Periode 2007-2009
   
  WEBSITE RESMI PC IPNU KAB. PEKALONGAN
  Gerakan Moral
 
Kepada Yth :
Redaktur Opini Harian Suara Pembaruan
Di _ Tempat

GERAKAN MORAL MAHASISWA ?
 Oleh : Eko Setio Budi

Terhitung sejak bulan Januari 2003, ketika kita mengikuti proses perjalanan gerakan mahasiswa di Indonesia, tidak banyak kita jumpai elemen gerakan mahasiswa yang melakukan aksinya untuk turun ke jalan yang menyuarakan kepentingan-kepentingan rakyat. Paling tidak yang menjadi catatan kita mengenai  gerakan mahasiswa selama tahun 2003 ini, adalah gerakan yang dilakukan di awal tahun 2003 dengan melakukan penolakan atas kebijakan tidak populis Pemerintahan Megawati yang menaikkan harga BBM, Tarif Telepon dan TDL serta gerakan-gerakan mahasiswa untuk memperingati Tragedi Semanggi I dan II serta peringatan tragedi kerusuhan Mei. Momentum Sidang Tahunan yang dilaksanakan setiap bulan Agustus, yang biasanya menjadi momentum mahasiswa untuk menyuarakan kepentingan-kepentingan rakyat, dengan melakukan gelombang aksi yang cukup massif, tidak tampak pada saat pelaksanaan Sidang Tahunan Bulan Agustus 2003 kamarin. Fenomena surutnya gerakan mahasiswa yang terjadi di Tahun 2003 ini, menjadi menarik untuk kita refleksikan kembali.
Sejarah panjang mengenai peran gerakan mahasiswa di Indonesia memang telah mengoreskan tinta sejarah dengan menyebut gerakan mahasiswa   sebagai gerakan moral. Hal ini tentunya dilatar belakangi dengan keberhasilan gerakan mahasiswa menumbangkan rezim Soekarno tahun 1966, Soeharto tahun 1998 dan Gus Dur tahun 2001, yang konon katanya digerakkan oleh berhentainya proses demokratisasi, penegakan HAM, tidak berjalannya supremasi sipil dan  supremasi hukum serta lain-lainnya. Sebagai contoh kasus adalah gerakan mahasiswa tahun 1996, dimana mahasiswa bangkit karena melihat kondisi negara yang sedang mengalami kegoncangan sistem politik nasional yang selalu mengalami perubahan bentuk pemerintahan, mulai dari RIS, Demokrasi Terpimpin dan kembali lagi ke Republik, yang disebabkan oleh lemahnya posisi negara atas rakyatnya. Sebagaiman ditulis Fachri Aly “Kondisi ini diperlihatkan dengan gejala kemiskinan massal di perkotaan ataupun di daerah pedesaan, hancurnya sarana dan prasarana ekonomi sehingga menyebabkan kehancuran ekonomi dan tingginya tingkat utang serta rusaknya atau tidak berfungsinya prasarana dan sarana transportasi, komunikasi dan modernisasi”(Fachry Ali : Mahasiswa Sistem Politik Di Indonesia Dan Negara). Latar belakang inilah yang kemudian cukup signifikan mempengaruhi kemunculan stigma gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral yang akan selalu menyuarakan kepentingan rakyat banyak dengan idiom-idiom demokrasi, HAM, supreamasi sipil dan lain-lain.
Meminjam istilah Ben Anderson dalam bukunya Revolusi Pemuda,  mengenai peran pemuda yang sangat besar dalam menentukan masa depan sebuah bangsa. Dimana dalam peran ini mahasiswa menjadi bagian didalamnya. Selain itu adanya pepatah Arab yang berbunyi “Syubhanul yaum rijaalul ghoddi (Pemuda Sekarang Adalah pemimpin masa depan)”.  Kedua hal tersebut di atas paling tidak menjadi landasan epistimologi yang akan semakin menguatkan stigma gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral, sebagaimana kuatnya memori kolektif masyarakat yang menyebut bahwa pemuda Indonesia pada tahun 1908 telah mempunyai andil yang cukup besar terhadap bangsa Indonesia dengan keberahasilannya melaksanakan sumpah pemuda,  dimana masyarakat tidak pernah paham mengenai kenyataan empiris tentang kondisi dan situasi sosial-politik dan ekonomi dalam negeri serta tren politik global pada waktu itu.
***
Surutnya gerakan mahasiswa akhir-akhir ini, seharusnya mampu menjadi refleksi kita bersama untuk mempertanyakan kembali kebenaran stigma gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral. Budiaman Sudjatmiko pada tahun 2000 dalam tulisannya Demoralisasi Gerakan Mahasiswa menyebutkan bahwa yang disebut dengan demoralisasi gerakan mahasiswa diartikannya dengan surutnya atau tidak adanya kekompakkan berbagai elemen gerakan mahasiswa  pada waktu itu dalam merespon isu-isu yang berkembang saat itu, yang menarik pengertian dari pemengalan kata demoralisasi, dengan mengartikan bahwa de- yang artinya tidak atau mengecil dan moral yang diartikan respon mahasiswa yang mengunakan idiom-idiom demokratisasi, HAM, supremasi hukum dan lain-lain.
Menurut penulis, dalam peran kesejarahannya di Indonesia, gerakan mahasiswa tidak pernah mengunakan gerakan moral sebagai pilihan bentuk aktualisasinya, tetapi yang dilakukannya adalah gerakan politik. Hal ini dilatar belakangi oleh beberapa alasan, pertama, gerakan mahasiswa dalam orientasinya yang ingin melakukan perubahan, selalu mengunakan ukuran perubahan struktur atau lebih spesifik perubahan kebijakan sebagai ukuran keberhasilannya. Fenomena  tentang perubahan struktur atau perubahan kebijakan yang terjadi di Indonesia selalu dihasilkan dari proses gerakan politik bukan gerakan moral.
Kedua, stigma gerakan moral tidak lain adalah bentuk justifikasi dari kebenaran akademis yang kelahirannya  dilatar belakangi karena independensi perguruan tinggi, yang  berimplikasi pada cara pandang bahwa gerakan mahasiswa adalah gerakan yang masih murni dan independen   yang sangat jauh dari kepentingan pragmatis dan kepentingan politik tertentu. Padahal realitas empiriknya gerakan mahasiswa banyak mendapatkan donor dari partai politik, pemerintah, founding internasional dan lain-lain.   
Ketiga, gerakan mahasiswa yang mengklaim dirinya menyuarakan aspirasi rakyat dengan mengunakan idiom demokrasi, HAM, supremasi sipil, supremasi hukum dan yang lainnya, telah   menjadikan idiom-idiom tersebut sebagai standar moral gerakan. Standar moral yang cenderung dikotomis karena pada realitasnya, moral kemudian kemudian menjadi alat untuk mengukuhkan eksistensi gerakan mahasiswa dan menyerang lawan (baca : negara) yang pada sisi lain negara yang dalam perwujudannya sebagai bentuk dari konsep trias politika (eksekuti, legeslatif dan yudikatif) juga mengunakan idiom yang sama dalam menjalankan tugas dan fungsinya, tetapi kemudian mengapa gerakan structural negara dalam kontes yang sama tidak disebut sebagai gerakan moral tetapi lebih cenderung disebut gerakan politik yang identik dengan relasi kuasa.
Keempat, moral dalam gerakan mahasiswa sebenarnya hanya menyetuh pada aspek psikologi, emosional dan romantisme, bukan moral yang menjadi élan dan subtansi dari gerakan, karena kebangkitan gerakan mahasiswa lebih signifikan dipengaruhi faktror eksternal yang lebih massif. Contohnya adalah terbentuknya Badan Kerja Sama Pemuda-Militer (BKSPM) yang terbentuk tahun 1957, adalah bentuk infiltrasi politik ABRI, yang waktu itu  itu mulai menunjukkan sifat kohesinya yang kuat dalam kehidupan politik, sebagai respon atas pertentangan ideologi, sehingga melirik mahasiswa sebagai kelompok independen untuk menjadi mitra dan gerakan mahasiswa tahun 1974/1975 yang melakukan pembakaran produk-produk Jepang di Indonesia,  yang terkenal dengan Malari, sebenarnya hanyalah akibat dari pertarungan antara AS dan Jepang untuk memperebutkan pasar di Indonesia.
***
Keberadaan moral dalam gerakan mahasiswa tidal lain adalah bentuk pelarian dari individu seorang mahasiswa yang tidak mampu membebaskan diri dari belenggu moral dalam konteks pribadi, yang kemudian membawanya dalam komunitas gerakan mahasiswa. Tidak bebasnya belenggu disini meliputi, Pertama, belenggu moral dalam prespektif teologis yang mengikat relasi manusia dengan Tuhan dalam menjalankan hukum agama dan kewajiban sebagai seorang hamba-Nya  dimana terdapat penilaian atas perilaku individu yang kemudian disebut dengan dosa atau tidak dosa dan halal atau haram. Kedua, belenggu dalam perspektif norma yang mengikat hubungan antar individu dan masyarakat,  dimana terdapat penilaian masyarakat terhadap perilaku individu yang kemudian disebut bermoral atau amoral karena perilakunya yang keluar dari batasan-batasan norma, etika dan adat yang berlaku di masyarakat.
Dari penjelasan di atas, maka moral sebenarnya adalah system nilai yang berlaku universal bagi individu bukan komunitas (baca gerakan) dan  menjadi alat mekanisme kontrol atas perilaku individu dalam menjalankan kehidupannya bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
 
 


Penulis adalah Wakil Sekjen Pengurus Besar  Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Sedang Magang di CSIS Jakarta
Alamat : Salemba Tengah 57A jakarta Pusat. Telp : 021-3905933
Mobile : 08156623395
No Rek BCA : 3540118140 an Suyono HS.BCA KCP Cepu
 
  Today, there have been 1 visitors (1 hits) on this page! Pengelola Abdullah zaeni 085640011007-7878281  
 
http:www.ipnupekalongan.page.tl This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free